Rabu, 15 Desember 2010


HASIL SELEKSI PAMERAN FIBER FACE 3 “TRANSFORMATION”

Taman Budaya Yogyakarta 12 sampai 25 Februari २०१०


Berdasarkan proses seleksi yang berlangsung mulai tanggal 11 sampai dengan 15 Desember 2010, tim curator menetapkan dan mengatur proses seleksi peserta terpilih Fiber Face 3 “Transformasi” dalam beberapa sub tema. Hal itu dimaksudkan guna membagi dan mempertegas cakupan tema yang diangkat. Sub tema tersebut antara lain: Transformation of Material & Technique, Transformation of Identity, Transformation of Environment, Transformation of Fiber.

Berdasarkan pertimbangan hal tersebut di atas maka akhirnya tim kurasi memutuskan seniman Indonesia yang terpilih pada Fiber Face 3 sbb:

A. Transformation of Material & Technique

1. Bambang Trilaksana (Leaf and Rainbow)

2. Esti Siti Amanah Gandana (Journey Across Sahara Desert)

3. Slamet Riyadi dan Farida (Symbolize Face)

4. Charissa Delima (Translucence)

5. Pananingtyas Prabantari ((f)atient 02910)

6. Tyar Ratuannisa (Discellmination)

7. Viktor Sarjono (Country Air II)

8. Andita Purnamasari (Singing in the Smokey Room)

9. Ahmad Khanafi (Smile)

B. Transformation of Identity

1. Anto Sukanto (Reformasi Setengah Jilid)

2. Kel. Lampu Kuning (Chaotical Bottom)

3. Kahfiati Khadar (Treasure I)

4. Itsnataini Rahmadillah (Di Sini)

5. Ipo Syntetic (Post and Pre)

6. Carolina Rika Winata (A Prayer of My Homeland)

7. John Martono (Hey You)

8. 3rd Droom: Rifqi Sukma & Dita Gambiro (Labyrinth)

9. Eko Nugroho (The Witness #4)

10. Tiarma Dame Ruth Sirait (Transporter and Transformer - series)

11. Dadang Cristanto

12. Yuni Bening (Reversed Good- Good Reversed)

12. Vita Rajut (Me and Gods)

C. Transformation of Environment

1. Indrani Ashe & Arum Sekar (Inner Space)

2. Topan A Widianto (Save the Earth)

3. Dian Widiawati (Earth)

4. Ardita Ayu Lestari (The Missing Alaqua)

5. Eka Arifianti Puspita (Lets Fold and Fold Banana)

6. Rani Ariefanti (Trial Period)

7. Nurlina Khairunnisa (A Twilight Sight)

8. Sabila Nurul Afifi (Tropicana Exotica)

9. Santika Syaravina (Abstract Attraction of East Nusa Tenggara)

10. Rara Pradnya Nindita (Dead Leaves and the Dirty Ground)

11. Alie Gopal (Eruption)

D. Transformation of Fiber

1. Aprina Murwanti (In Memoriam Love)

2. Mella Jaarsma (Image of No Dream)

3. Aulia Ibrahim Yeru (Boom!!! (And I’m Keep on Asking You)

4. Ayu Aulia (Butterfly)

5. Agus Ismoyo & Nia Fliam (Sarong)

Demikian hasil keputusan ini kami umumkan. Terima kasih atas semua yang telah berpartisipasi.

- Joanna Barrkman (Museum & Galleries of Nothern Therritory, Darwin, Australia)

- Pang Warman (Rumah Budaya Babaran Segaragunung, Yogyakarta)

- Abdul Syukur (Kurator Independen, Yogyakarta)

- Maradita Sutantio (Kurator Independen, Bandung)

Pengumuman ini bisa diakses di www.babaransegaragunung.org dan fiber-face.blogspot.com

Mohon memperhatikan ketentuan berikut:

- Untuk semua peserta terpilih agar mengirimkan foto karya final (foto detail & foto penuh) selambatnya tanggal 30 Desember 2010.

- Kebutuhan peralatan display karya yang spesifik supaya dilengkapi oleh seniman.

- Karya yang bersifat instalatif didisplay sendiri oleh seniman.

Minggu, 15 Agustus 2010

Fiber Face 3, "Transformation"

Rekan seniman serat Indonesia,

Rumah Budaya Babaran Segaragunung mengundang Anda mengikuti seleksi karya dalam Fiber Face 3, TRANSFORMASI, Pameran Seni Serat Internasional Indonesia 2011, tgl 12-25 Februari mendatang, di Taman Budaya Yogyakarta.

Masukan seleksi karya Anda sangat kami harap bagi ajang ke tiga Fiber Face, yang selang dua tahun sekali kami selenggarakan di Yogyakarta. Harapan kami bahwa Anda adalah salah satu dari sekian wakil Indonesia, dalam arena pergaulan kesenian serat dunia masa kini.

Hari ini, wajah dunia memang sudah berobah. Wajah kesenian kita pun tanpa kecuali. Perobahan ini, yang datang bertubi dan seperti kian hari tambah mendera, acap kali menimbulkan konsekuensi kehilangan. Kehilangan wajah-wajah lama yang boleh jadi meringankan atau menyayat hati. Wajah tenun Ulos daerah Danau Toba misalnya, tentu bisa kita lihat sebagai contoh kepudaran seni tekstil yang bukan menyenangkan.

Maka “Transformasi” menjadi pilihan tema Fiber Face 3, untuk menengok wajah kesenian serat—di tengah deras arus globalisasi—apakah menyisakan guratan keriput tradisi kuno, atau belepotan gincu kontemporer yang menantang perobahan? Wajah-wajah seni serat kita, sungguh tengah menanti seniman seperti Anda, untuk menorehkan mimik transformasi budaya itu, sekarang juga.

Sekali lagi, kami sambut partisipasi Anda menyertakan karya melalui tahap seleksi. Segala keterangan mengenai rangkaian acara Fiber Face 3, serta pedoman seleksi karya telah disediakan panitia. Anda pun kami persilakan turut menyebar undangan elektronik ini, menyalin atau membuat foto-copy bagi rekan-rekan di lingkungan Anda. Informasi lebih lanjut silakan mengirim email ke fiberface3@yahoo.co.id, Cc ke: ds_priyadi@yahoo.com, yayas999@yahoo.com

Untuk itu kami ucapkan banyak terimakasih. Sampai jumpa dalam Fiber Face 3.

Salam Budaya,

PENYELENGGARA.

Kamis, 22 Januari 2009

SENI SERAT, SEBUAH KEMUNGKINAN

















Di tengah gegap gempita pameran seni lukis Yogyakarta, seni serat hadir di tengah-tengah kita. Pada tanggal 3 sampai 11 Januari 2009 digelarlah pameran seni serat dengan tajuk Fiber Face 2 Yogyakarta, di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Rumah Budaya Babaran Segaragunung bekerjasama dengan Taman Budaya Yogyakarta. Disamping pameran itu sendiri, terdapat sub acara Sarasehan dan Slide Show pada tanggal 4 Januari di ruang seminar TBY, yang menghadirkan peserat senior Biranul Anas dari Bandung, dan Hani Winotosastro dari Yogyakarta.

Banyak rekan-rekan seniman dan akademisi yang melontarkan pertanyaan, ini pameran apa? Sekiranya maklum sebab event pameran seni serat memang belum lazim diselenggarakan di Indonesia. Dari 3 kali pameran seni serat yang digelar Rumah Budaya Babaran Segaragunung (BSG) tahun 2007 (Fiber Face Yogya 2007, di Galeri Rumah Budaya Babaran Segaragunung), tahun 2008 (Fiber Face, Cross-Cultural Batik Collaborations, Indonesia 2008, di Taman Budaya Yogyakarta), dan yang sekarang tahun 2009 (Fiber Face 2 Yogyakarta 2009, Evolusi) di Taman Budaya Yogyakarta, ketiganya menuai pertanyaan-pertanyaan serupa yang sebenarnya masih permukaan sifatnya. Hal ini berbeda dengan reaksi pengunjung umum yang justru bisa langsung masuk dalam apresiasinya tanpa terganggu hal-ihwal yang sifatnya definitif demikian. Rata-rata mereka memperhatikan dengan khusuk satu karya lalu berpindah ke karya lain yang secara bentuk dan substansi memang beragam.



Secara garis besar seni serat adalah karya seni yang dari segi teknik dan subtansi mengeksplorasi media serat. Unsur-unsur teknik meliputi: pintal, anyam, rajut, songket, dan teknik lain semacam itu. Jadi, bukan pencapaian bentuk akhir yang menjadi acuannya. Bentuk akhir bisa menjadi sangat variatif: karya dua dimensi, karya tiga dimensi, serta pula karya instalasi.

Sekiranya variasi-variasi tersebut merupakan sesuatu yang menarik bagi kreator, apresian maupun publik penikmatnya. Yang menarik bukan semata variasi itu sendiri, melainkan karena terhamparnya kemungkinan-kemungkinan yang acapkali mengejutkan karena tak disadari sebelumnya. Dalam kurang dan lebihnya, aneka ragam karya yang tersaji di ruang pameran itu, siapakah yang pernah membayangkannya? Citra setiap karya terkait dengan masing-masing media dan teknik yang digunakannya.

Memang seni serat belum sepopuler seni lukis yang eksistensi dan infrastrukturnya sudah mapan serta tergarap. Tapi bahwa seni serat merupakan kekayaan budaya yang lekat dengan lingkungan siapa saja, dengan tradisi masyarakat manapun, yang karenanya menyodorkan kemungkinan-kemungkinan pengolahan dan penjelajahan, itu belum banyak disadari oleh khalayak. Bahan untuk membuat karya sifatnya fleksibel, mudah dan murah mendapatkannya, sehingga—berkaitan dengan itu—tak ada alasan bagi kita untuk mengeluh ini dan itu. Secara teknik juga bisa mengadopsi dari mana-mana—sebagaimana kita tahu, di negeri kita ini karya-karya seni tradisional telah mencapai kematangan masing-masing tekniknya yang bisa kita pelajari dan kita kembangkan—Dan kita berhak untuk bertanya: pada titik eksplorasi yang optimal dan totalitas berkarya yang optimal pula, seberapa jauh mutu dan seberapa kayakah ragam rupa dari seni serat yang seharusnya? Betapa slide show Biranul Anas yang menampilkan karya-karya seni serat mashur dari berbagai negara seolah-olah menantang kita semua.


















Berkaitan dengan pameran Fiber Face 2, sebagian orang masih merasa ada satu kerancuan oleh sebab banyak karya batik yang dipajang dalam pameran ini. Apakah batik juga masuk kategori seni serat? Bagaimana halnya dengan lukisan, yang menggunakan kanvas, yang notabene jika diurai secara subtantif juga terdiri dari media serat?

Dalam hal ini batik dan lukisan mesti dibedakan. Meskipun secara sepintas terkesan sama, secara proses antara batik dan lukisan-kanvas teranglah berbeda. Lukisan kanvas tidak melakukan pengolahan media kanvasnya, melainkan hanya eksplorasi cat—teknik gores dan warna—yang sekali jadi. Berbeda dengan batik, yang untuk menghasilkan warna tertentu harus lebih dahulu mempertimbangkan dan mengakrabi media kain dan warna yang akan digunakan, yang notabene prosesnya tidak bisa sekali jadi. Batik masuk dalam kategori serat karena mengandung pengolahan teknik dan bahan yang mengacu pada media serat terkait.



Sampai di sini persoalan belum usai, oleh sebab karya-karya lain yang ada dalam ruang pameran menggunakan media kawat, peniti, tembaga kabel, kayu, serta—dalam slide show yang ditunjukkan oleh Biranul Anas—menampilkan contoh karya seni serat yang terbuat dari perak. Perak secara subtantif bukanlah media serat. Karya tersebut dikategorikan seni serat oleh karena dalam citraan bentuknya menggunakan pendekatan karakter serat, yang diolah sedemikian rupa menyerupai serabut. Duz, Biranul Anas—yang mengaku pertama kali memperkenalkan istilah ‘seni serat’ di Indonesia—menekankan betapa seni serat bisa menggunakan media apa saja. Dan ini merupakan peluang bagi siapa saja yang ingin menekuninya. Ia menghimbau pengunjung slide show-nya untuk tidak terlalu tegang dalam memaknai apa itu seni serat. Yang utama berkarya, apapun bentuknya, apapun medianya. Seni serat tidak harus terpaku begini dan begitu.

Namun, melihat luasnya batas definisi seni serat yang sedemikian, saya ingin mencoba memberikan satu rel—tanpa bermaksud mengekang keluasannya—dengan menyimpulkan: bahwa terdapat tiga pendekatan proses kreatif yang bisa dijadikan acuan dalam seni serat antara lain: pendekatan teknik, pendekatan subtantif, dan pendekatan karakter. Maka batik dan semacamnya merupakan karya yang menggunakan pendekatan subtantif sekaligus teknik. Karya-karya yang non-subtantif seperti logam, kayu, keramik, dan lainnya menggunakan pendekatan karakter atau teknik-karakter.


















Halim HD, yang juga terlibat sebagai moderator sarasehan bahkan sempat memberikan sentilan yang cukup menantang. Ia berandai-andai, melalui pendekatan karakter prospek seni serat mungkin saja bisa merambah pada media cahaya. Dilontarkannya satu gagasan imajinatif tentang ribuan cahaya laser yang disemprotkan bersamaan hingga membentuk anyaman-anyaman cahaya dalam berbagai formasinya.

Hal lain yang menjadi pertanyaan, lagi-lagi kembali kepada soal batik. Kenapa batik ditampilkan bersama-sama dengan karya-karya seni serat kontemporer yang eksploratif itu? Dalam sarasehan Biranul Anas mengutarakan perlunya pembedaan ruang secara jelas antara yang tradisional dan kontemporer. Hal itu mengingat kebebasan kreatif perlu mendapatkan keleluasaan tanpa dibelenggu pakem-pakem masa lalu. Tradisionalisme cukuplah menjadi spirit di dalam berkarya, untuk selanjutnya seorang seniman bisa melaju bebas dalam ranah imajinasi dan penjelajahan artistiknya sendiri. Secara sikap pribadi ia mengaku memberikan altar penghormatan yang tinggi kepada karya-karya tradisional. Namun secara praktis ia cenderung bersikap progressif dan eksploratif, serta secara tegas membuat dikotomi ruang antara yang tradisional dan kontemporer.

















Lain halnya dengan tanggapan yang diutarakan Agus Ismoyo, yang turut terlibat dalam proses seleksi dan kuratorial pameran ini. Bagaimanapun ia merasa perlu adanya penyandingan antara yang tradisional—dalam konteks pameran ini berarti batik dan wayang kulit—dengan yang kontemporer. Pertama, terkait dengan tema Fiber Face (wajah serat). Telah disadari sejak awal bahwa secara kuratorial pameran ini memang hendak menampilkan ‘wajah serat’ dari berbagai kurun waktu dan berbagai generasi. Kedua, terkait dengan judul pameran ‘Evolusi’, bahwa pameran ini dikontribusikan kepada khalayak banyak, generasi muda khususnya, supaya melihat evolusi atau pergeseran yang terjadi dalam ekspresi tiap-tiap karya seni serat yang disuguhkan.

Agus Ismoyo juga menguraikan pandangannya, bahwa dengan menampilkan seni-seni tradisional, ia berharap khalayak bisa menangkap suatu ‘tatanan’ yang terdapat di dalam seni tradisional itu. Sebutlah ‘tatanan’ itu sebagai sebuah konstruksi yang menjadi panduan satu pribadi dalam melakukan proses kreatif. Ia mencontohkan, melalui pengalamannya berkolaborasi dengan para seniman Aborigin ia menjadi tahu bahwa dalam proses kreatif mereka memercayai apa yang disebut dreaming, sebagai pijakan dalam mengungkapkan corak ekspresinya. Dreaming merupakan sebuah kristalisasi pengolahan kreatif yang dimiliki oleh masing-masing kreator setelah melampaui fase-fase pengendapan sebelumnya. Dan untuk menuju pada fase itu mereka menempuh ‘tatanan’ kreatif yang sudah ada secara turun temurun, yang menjadi tradisi mereka. Agus Ismoyo mengungkapkan, hal serupa juga terkandung dalam seni tradisional yang lain, tak terkecuali seni tradisional Jawa. Bahwa ‘tatanan’ itu menempati posisi yang signifikan dalam proses kreatif yang kontemporer sekalipun. Batik yang dipajang dalam ruang pameran, bukan semata-mata lembaran jarik yang berfungsi untuk kekenesan penampilan, melainkan dimaksudkan sebagai sebuah jendela apresiasi, supaya generasi muda juga mengenal ‘tatanan’ termaksud. Dalam konteks ini, Agus Ismoyo menerangkan bahwa kuratorial pameran ini memang menggunakan perspektif budaya yang ingin menjangkau kepentingan kebudayaan lebih luas, bukan hanya elemen artistik dan estetika semata.


















Lain daripada itu, Nia Fliam juga turut menambahkan, bahwa generasi muda sekiranya perlu mengetahui proses kreatif yang telah terjadi dari masa ke masa supaya dalam menjelajah gagasan-gagasan kreatifnya tidak terlepas dari akar kulturnya. Euforia wacana Barat yang hegemonic sejak masuknya seni modern yang diperkenalkan oleh kolonialisme Belanda hingga sekarang masih meninabobokan generasi muda yang terkesan enggan untuk menelusuri akar kebudayaannya sendiri. Ia juga menekankan makna pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam proses kreatif—dicontohkan proses pembuatan batik—yang tidak serta-merta seorang seniman bisa berpesta dengan gagasannya melainkan mesti lebih dahulu mendidik diri untuk teliti, tekun, dan sabar—karena kompleksitas dan kerumitan tekniknya—bukan langsung berjibaku dengan wacana dan estetika tanpa fondasi dan akar kultur yang kuat.

Ya. Yang seharusnya, generasi muda ke depanlah yang bisa menjawab. Segelintir penyelenggaraan pameran seni serat di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta hanyalah sebuah upaya kebudayaan yang mencoba memberikan stimulasi dan introduksi. Pada akhirnya semuanya berpulang kepada bagaimana publik menyambutnya.

Dan seni serat bukanlah definisi yang mati. Ia akan terus bergerak bersama kemungkinan-kemungkinan yang mengiringinya.

Yogyakarta, 9 Januari 2009
DS PRIYADI
Koordinator Program
Rumah Budaya Babaran Segaragunung

Kamis, 18 September 2008

HASIL SELEKSI PESERTA PAMERAN FIBER FACE 2 YOGYA 2009



Abdul Syukur, Caroline Rika Winata, Gatot Sumartono, Biranul Anas, Aldi Hendrawan, Yuvita Dwi Raharti, Kelompok Simponi, Viktor Sarjono, John Martono, Rifqi Sukma, P’trus, Candra Tresnadi, Tiarma Sirait, Maradita Sutantio, Sally Sheanti Natanegara, Betsy Sterling Benjamin & Luanne Rimel, Seniman2 tekstil dari Mali-Nigeria-Africa—Groupe Kasabone, Bimasakti—kelompok batik tradisional dari desa Giriloyo Yogyakarta, Seniman Aboriginal Australia (Ernabella Arts), Ahmad Khanafi, Itsnataini Rahmadillah, Nandini Paramita, Nilam Fikrani Sihar, Novianto, Ria Riptanti, Anti suherdianti, Kasman, Brigitta Willach, Sugeng W, Djandjang Purwo Sedjati, Ipo Syntetic, Agung W., Anto Sukanto, Esti Gandana, Dian Widiwati, Candra Tresnadi, Aulia & Reza, Mahani, Agus Ismoyo, Nia Fliam, WMU USA: Cyntia Plum, Casey Irving, Brandan K Cady, Annete M Muday, Tiffany Speet, Aaron Taylor Mc Grane

Untuk kepentingan penerbitan katalog Fiber Face 2 Yogya 2009, bagi peserta yang belum melengkapi foto diri, biodata, dan foto karya harap SEGERA mengirim ke panitia. Silakan email ke: fiber.face@yahoo.com. Apabila ada keterlambatan pengiriman, data-data terkait akan kami kosongkan dalam katalog.

Informasi lebih lanjut silakan menelpon koordinator pameran : DS PRIYADI 081318158363. Atau sekretariat Rumah Budaya Babaran Segaragunung 0274 377881 (pada jam kerja 08.00 s/d 16.00 hari Senin sampai hari Jum'at)

Terimakasih,
PANITIA

Selasa, 16 September 2008

FIBER FACE 2 YOGYA 2009

Terms of Reference (TOR)
Fiber Face 2 Yogya 2009 is the continuation of the Fiber Face Yogya 2007 exhibition that a group of fiber artists held at Babaran Segaragunung Culture House Gallery, July 28 through Agustus 12, 2007. At that time, the exhibition was limited to artists who resided in Yogyakarta. Fiber Face 2 Yogya 2009 plans to reach out to a broader community—not only fiber artists who reside in Yogya—but also those from many regions and countries. The venue for this exhibition is Taman Budaya Yogyakarta.

In retrospect, fiber arts are not new phenomena as fibers are provided by nature with easy accessibility any place and any time. Almost all traditional societies use fibers in their lives for both practical and non-practical purposes In contemporary times, fiber arts have not been restricted to using only natural fibers, but have also expanded to use other materials that allude to or compliment the characteristics of the fibers. Presently fiber arts encompass a wide range of expression: two-dimensional works, three-dimensional works, as well as combinations of the two in installations. Each work requires an adequate space to enhance appreciation from various perspectives.

This exhibition focuses not only on aesthetic effects of fibers, but also on observations of creative processes of development and growth of fiber arts over time, so that the public can also witness the expressive journey from the past through the present, as well as observe the variety of expressions between regions.
It is hoped that this exhibition will create an opportunity for the communication of values and creative processes between the artists themselves and between the artists of one region with another, as well as between generations. In a broader sense, this exhibition represents an opportunity for cross-cultural dialogue.

Yogyakarta, September 7, 2008
Babaran Segaragunung Curator Team



PARTICIPANTS
• Exhibition participants include individuals and groups.
ARTWORK
• Artworks to be exhibited include various media of expression, including batik (both traditional and contemporary), mud dyed cloths, tapestry, art objects, weavings, installations, and artworks that use other fiber media.
• Technique and presentation of the work is unrestricted.
• Artworks to be presented outdoors will not be accepted.
• Measurements and volume of the artwork is unrestricted, within reasonable consideration of the limitations of the available exhibition space.
• The exhibited artwork does not have to be new.
• An artist may send several artworks with agreement by the committee.
• Artists (individuals and groups) may undertake collaborative artwork with other parties on their own initiative.
• The curator has the right to offer input to the participating artists in the best interests of the exhibition.
SHIPMENT OF THE ARTWORKS
• Every applicant must submit the exhibition application form (attached), a brief biographical statement, one photograph, a photograph of the artwork in JPG/tiff format (resolution no less than 150 dpi, with sufficient photo quality) on a CD for the selection process, documentation and catalogue. Applications must be received by the committee by Monday, November 10, 2008. The committee is not responsible for any lack of information on the application. Please send the document to:

BABARAN SEGARAGUNUNG CULTURE HOUSE
Committee Fiber Face Yogya II (DOCUMENTATION section)
Ds. Tegal Cerme KD V No 7 RT 08/16 Banguntapan, Yogyakarta, Indonesia 55197
Telp./Fax. 6224 377881, e-mail: fiber.face@yahoo.com
blog: fiber-face.blogspot.com

• Artworks to be exhibited must be received by the committee at the latest by Monday, December 15, 2008. Send them to:

BABARAN SEGARAGUNUNG CULTURE HOUSE
Committee Fiber Face Yogya II (EXHIBITION section)
Ds. Tegal Cerme KD V No 7 RT 08/16 Banguntapan, Yogyakarta, Indonesia 55197
Telp./Fax. 6224 377881, e-mail: fiber.face@yahoo.com
blog: fiber-face.blogspot.com

• If the artwork arrives after the deadline, the committee reserves the right to not display the work.
• Every exhibition participant is required to pack each artwork well and safely. Damage to the work as a result of poor packing is the responsibility of the artist.
• The expense of sending the artwork from the artist to the exhibition committee (Babaran Segaragunung Culture House) is the responsibility of each participating artist.
• Expenses of returning artwork to artists residing in Yogyakarta will be paid by the exhibition committee. Expenses of returning artwork to artists residing outside of Yogyakarta will be discussed, with considerations of materials used, distance and financial restraints of the committee.
DISPLAY
• The display of the artwork is entirely the right and responsibility of the exhibition curator, upon receiving input and suggestions of the artist.
• Artworks that require a specific method of display will, if necessary, involve the artist.
• The exhibition curator team has the right to offer input or withdraw an artwork if it is considered to be inappropriate for the exhibition for specific reasons.
PLACE
• The exhibition will be held at Taman Budaya Yogyakarta (Jl. Sriwedani 1, Yogyakarta)
CATALOGUE
• The committee will publish the exhibition catalogue, which will be distributed to the participating exhibition artists at the opening of the exhibition.
• Each artist will receive two (2) copies of the exhibition catalogue. The remainder of the catalogues will be distributed to visitors of the exhibition.
IMPLEMENTATION
• The opening of the exhibition of Fiber Face 2 Yogya 2009 will be held on January 3, 2009, 7 p.m., at Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani 1, Yogyakarta.
• The exhibition will be open for eight (8) days, January 3 – 11, 2009.
COMMUNICATION
All matters related to artist participation in the exhibition may be communicated to the committee via telephone/fax: 0274-377881, or email: fiber.face@yahoo.com


For further information, please visit:
fiber-face.blogspot.com
www.segaragunung.org

Temporary List of Artists Who Have Agreed to Participate
Mahani, Agus Ismoyo, Nia Fliam, Abdul Syukur, Caroline Rika Winata, Gatot Sumartono, Viktor Sarjono, Ananta O’Edan, Rifqi Sukma, P’trus, Candra Tresnadi, Sally Sheanti Natanegara, Tiarma Sirait, Maradita Sutantio, Betsy Sterling Benjamin in collaboration with Luanne Rimel (USA), Textile artists from Mali-Nigeria-Africa—Groupe Kasabone (bogolane cloths), Bimasakti traditional batik group from Giriloyo village Yogyakarta, Artists from Western Michigan University (USA), Australian Aboriginal artists (Ernabella Arts), Artists from West Timor (contemporary woven textiles)

This exhibition is organized by: Babaran Segaragunung Culture House
Babaran Segaragunung (BSG) is a non-profit arts organization based in Yogyakarta, Indonesia whose main purpose is to explore cultural traditions of the world in order to enrich contemporary understanding of our heritage. BSG facilitates artistic collaborations and exchanges, publications, exhibitions, workshops, and cultural tours, as well as offers training, research, and arts documentation. Serving artists, artisans, and cultural enthusiasts in Indonesia and abroad, BSG aims to enhance the creativity and sustainability of all Indonesian arts.

Founders of Babaran Segaragunung Culture House:
Agung Harjuno, Agus Ismoyo, Nia Fliam, Pang Warman

Rabu, 03 September 2008

FIBER FACE 2 YOGYA 2009

Term of Reference (TOR)
Fiber Face 2 Yogya 2009, merupakan pengembangan dari Fiber Face Yogya 2007 yang pernah digagas oleh sekelompok seniman serat yang kemudian diselenggarakan di Galeri Rumah Budaya Babaran Segaragunung, 28 Juli s/d 12 Agustus 2007. Waktu itu masih terbatas pada seniman yang berdomisili di Yogyakarta saja. Kali ini Fiber Face 2 Yogya 2009, direncanakan bisa mencakup kalangan yang lebih luas—tidak hanya seniman serat yang tinggal di Yogya saja—melainkan dari berbagai daerah dan bahkan dari berbagai negara. Venue untuk pameran ini adalah Taman Budaya Yogyakarta.

Apabila dirunut lebih jauh ke belakang tentu seni serat bukanlah hal yang baru, karena bahan serat merupakan bahan yang disediakan oleh alam yang bisa dengan mudah didapatkan. Hampir seluruh masyarakat tradisional yang dekat dengan bahan serat tersebut telah memanfaatkannya untuk kebutuhan kehidupan mereka, baik kebutuhan praktis maupun non praktis. Selanjutnya, perkembangan yang terjadi merespon seni serat tidak berdasar pada serat natural saja, melainkan juga material lain yang diolah dengan mengacu pada karakterisasi serat itu. Niscaya, seni serat menjadi bermacam-ragam bentuk ungkap ekspresinya: karya dua dimensi, karya tiga dimensi, atau komposisi dari keduanya yang sifatnya instalatif. Masing-masing karya menyediakan ruang yang leluasa untuk diapresiasi dari perspektif yang berbeda-beda.

Kontribusi pameran ini tidak hanya terfokus pada gejala estetik semata, tetapi melihat pula proses kreatif dimana pengolahan dan pertumbuhan di luarnya telah terjadi dari waktu ke waktu, supaya publik juga bisa mengetahui perjalanan ekspresi masa lampau hingga ekspresi di masa sekarang, dan melihat keragamannya antara daerah satu dengan daerah yang lain.

Melalui usaha itu diharapkan tercipta sebuah komunikasi nilai dan proses kreatif antar seniman satu dengan seniman yang lain, antar seniman dari satu daerah dengan seniman dari daerah yang lain, dan antar generasi saat ini dengan generasi sebelumnya. Dalam makna yang lebih luas, kontribusi dari pameran ini adalah penyediaan kesempatan dan ruang bagi terciptanya dialog antar budaya.

Yogyakarta, 7 September 2008
Tim Kurator Babaran Segaragunung

KEPESERTAAN
• Peserta pameran adalah seniman perorangan atau kelompok.
KARYA
• Karya yang dipamerkan terdiri dari beragam media ekspresi, seperti: batik, tapestry, object art, kriya, seni instalasi, dan karya yang menggunakan media serat yang lain. (baik tradisional ataupun kontemporer).
• Teknik dan penyajian karya bebas.
• Tidak/menerima karya yang ditempatkan di luar ruang (outdoor).
• Ukuran dan volume karya bebas, sejauh dalam batas kewajaran dengan mempertimbangkan aspek ruang yang tersedia.
• Karya yang dipamerkan tidak harus baru.
• Boleh mengirimkan beberapa karya, dengan persetujuan dari panitia.
• Seniman (individu dan kelompok) dimungkinkan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain atas usaha seniman sendiri.
• Kurator berhak memberi masukan kepada seniman peserta untuk kelancaran jalannya pameran.
PENGIRIMAN KARYA
• Tiap calon peserta pameran harus mengirimkan formulir aplikasi ketersediaan mengikuti pameran (terlampir), biodata singkat seniman, foto seniman, foto karya dalam format jpg/tiff (resolusi tidak kurang dari 150 dpi, dengan mutu gambar memadai) dalam bentuk CD untuk kepentingan seleksi, dokumentasi dan katalog. Aplikasi harus sudah sampai ke panitia paling lambat hari Senin, 10 November 2008. Panitia tidak bertanggung jawab apabila ada kekurangan pada detil aplikasi tersebut. Dokumen dikirim ke:

RUMAH BUDAYA BABARAN SEGARAGUNUNG
Panitia Fiber Face Yogya II (Seksi DOKUMENTASI)
Ds. Tegal Cerme KD V No 7 RT 08/16 Banguntapan, Yogyakarta, Indonesia 55197
Telp./Fax. 6224 377881, e-mail: fiber.face@yahoo.com
blog: fiber-face.blogspot.com

• Karya fisik harus sudah diterima panitia paling lambat hari Senin 15 Desember 2008.
Dikirimkan ke:

RUMAH BUDAYA BABARAN SEGARAGUNUNG
Panitia Fiber Face Yogya II (Seksi PAMERAN)
Ds. Tegal Cerme KD V No 7 RT 08/16 Banguntapan, Yogyakarta, Indonesia 55197
Telp./Fax. 6224 377881, e-mail: fiber.face@yahoo.com
blog: fiber-face.blogspot.com

• Apabila kedatangan karya melebihi batas waktu tersebut, panitia berhak untuk tidak mendisplai karya seniman.
• Tiap peserta pameran wajib melakukan pengepakan karya masing-masing dengan baik dan aman. Kerusakan karya akibat pengepakan yang tidak baik merupakan tanggung jawab pihak seniman.
• Biaya pengiriman karya dari seniman ke sekertariat panitia (Rumah Budaya Babaran Segaragunung) adalah tanggung jawab setiap peserta yang akan berpameran.
• Biaya pengembalian karya ke tempat seniman yang berdomisili di Yogyakarta ditanggung oleh panitia. Untuk seniman yang di luar Yogya akan dibicarakan kemudian—panitia akan mempertimbangkan proporsi materi karya, jarak pengiriman, dan batas kemampuan finansial panitia.
DISPLAY
• Pendisplaian karya sepenuhnya adalah hak dan tanggung jawab kurator pameran, dengan tetap memperhatikan masukan dan usulan dari pihak seniman.
• Karya-karya dengan cara pendisplaian khusus, jika dianggap perlu, akan didisplai dengan melibatkan pihak seniman.
• Tim kurator berhak memberi masukan atau menganulir karya apabila karya tersebut dinilai tidak sesuai untuk dipamerkan karena alasan-alasan tertentu.
TEMPAT
• Pameran akan dilangsungkan di Taman Budaya Yogyakarta (Jl. Sriwedani 1 Yogyakarta)
KOMPENSASI
• Peserta pameran berhak menentukan harga karya yang proporsional.
• Apabila karya terjual, panitia akan mengenakan pemotongan sebesar 30% dari harga jual.
KATALOG
• Panitia akan menerbitkan katalog pameran yang akan dibagikan secara gratis kepada seniman peserta saat pembukaan pameran.
• Tiap seniman peserta berhak menerima 2 buah katalog. Kelebihan catalog dibagikan kepada pengunjung.
PELAKSANAAN
• Pembukaan pameran Fiber Face 2 Yogya 2009 akan berlangsung 3 Januari 2009 jam 19.00 WIB di Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani 1 Yogyakarta.
• Pameran akan berlangsung selama 8 hari (3 s/d 11 Januari 2009)
KOMUNIKASI
Segala hal yang berhubungan dengan keikutsertaan seniman dalam pameran bisa dikomunikasikan kepada panitia melalui telpon/fax: 0274-377881,
email: fiber.face@yahoo.com


Daftar Sementara Seniman yang Diundang
Mahani, Agus Ismoyo, Nia Fliam, Abdul Syukur, Caroline Rika Winata, Gatot Sumartono, Viktor Sarjono, Ananta O’Edan, Rifqi Sukma, P’trus, Candra Tresnadi, Sally Sheanti Natanegara, Tiarma Sirait, Maradita Sutantio, Betsy Sterling Benjamin in collaboration with Luanne Rimel (USA), Textile artists from Mali-Nigeria-Africa—Groupe Kasabone (bogolane cloths), Bimasakti traditional batik group from Giriloyo village Yogyakarta, Artists from Western Michigan University (USA), Australian Aboriginal artists (Ernabella Arts), Artists from West Timor (contemporary woven textiles)


Pameran ini diselenggarakan oleh:

Rumah Budaya Babaran Segaragunung (BSG) adalah organisasi seni non-profit yang berbasis di Yogyakarta, Indonesia. Tujuan utamanya adalah mengeksplorasi tradisi budaya di dunia untuk memperluas pemahaman perkembangan budaya saat ini. BSG memfasilitasi kolaborasi dan pertukaran seni, publikasi, pameran, workshop, tour budaya, serta pelatihan, penelitian dan dokumentasi seni. BSG mendukung seniman, perajin dan pecinta budaya baik di Indonesia dan di luar negeri. BSG bertujuan menggalang pertumbuhan kreativitas dan kesinambungan khasanah seni Indonesia.

Pendiri Rumah Budaya Babaran Segaragunung :
Agung Harjuno, Agus Ismoyo, Nia Fliam, Pang Warman